Senin, 25 Juni 2012

Bangsa yang Terbuai Sikap Abai

Inilah sikap abai yang mematikan. Wabah demam berdarah adalah kisah tentang sikap abai yang begitu luas merasuk di sunia tropis. Masyarakat kita enggan menjaga lingkunganya agar bersih dan sehat. Nyamuk yang bersliwer nemplok dan menyedot darah hanya dianggap soal biasa. Kita tidak risau dan tidak peduli bahwa nyamuk-nyamuk itu bisa membawa kuman peenyakit, termasuk virus demam berdarah.



Pemerintah pun doyan abai. Dengan rantai komando pusat yyang melemah pada zaman deregulasi, pemerintah seolah kehilangan tenaga. Kampanye dan program pencegahan yang serius tidak digelar, meskipun sudah lama diketahui bahwa demam berdarah meledak dengan siklus 5 tahun.

Maka terjadilah mimpi buruk itu. Tak sampai 3 bulan, pada awal 2004, ada 30 ribu orang yang tersebar di 25 provinsi jatuh gering terkena demam berdarah. Sejumlah 408 orang meninggal dunia. Sebagian kasus datal terjadi karena korban terlalu lambat mendapatkan pertolongan, termasuk karena dokter keliru mendiagnosis pasien. Suhu badan penderita yang tinggi dianggap lantaran demam biasa. Ketika akhirnya diketahui, kondisi pasien sudah parah dan nyawa tak tertolong lagi.

Pemandangan horor pun terjadi. Pasien membanjir sehingga membuat pasukan medis kewalahan. Di berbagai rumah sakit, perawat tambahan mesti direkrut untuk mengimbangi aliran pasien. Tempat tidur rumah sakit tak lagi mencukupi. Akibatnya koridor umah sakit penuh sesak oleh kasur pasien. Suasana saat itu sungguh tragis. Indonesia hampir seperti negeri miskin yang hanya dikenal sebagai bangsa yang korup dan penuh penyakit.

Demam berdarah, sebuah lakon yang menyisakan pil pahit. Tentang sebuah bangsa yang terlalu lama terbuai dalam sikap abai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar